Minggu, 01 November 2015

Berkenalan Dengan Puisi




Dengan Puisi, Aku

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya



Kutuliskan

Kutuliskan lagi
Kata-kata sepi
Kutuliskan tak henti-henti
(kala burung pergi mencari matahari)

Kutuliskan lagi
Kenangan-kenangan mati
Hingga bagai api
Membara dalam mimpi
(kala daun gugur dan dahan tertidur)

Kutuliskan lagi
Harapan-harapan abadi
Hingga bagai duri
Melindungi sekeping hati
(kala angin lirih menghibur dalam sedih) 



Kau Yang Tidak Menangis

Kau yang tidak menangis, diamlah. Dengarkan tangisku
Yang menjeritkan namamu pada langit yang setinggi itu

Kau yang menangis, menangislah dengan rendah dalam hati
Karena tak ada seorangpun yang kan peduli

Kau yang tersedu, ratap kerinduanmu yang tak kunjung redam
Karena pada dinding kuburku namamu kan dengan jelas terekam

Kau yang tidak menangis, tetaplah, diamlah, rendah hatilah
Karena diantara kita takkan ada batas yang memisah



Tapi

Aku bawakan bunga padamu
Tapi kau bilang masih

Aku bawakan resahku padamu
Tapi kau bilang hanya

Aku bawakan darahku padamu
Tapi kau bilang cuma

Aku bawakan mimpiku padamu
Tapi kau bilang meski

Aku bawakan dukaku padamu
Tapi kau bilang tapi

Aku bawakan mayatku padamu
Tapi kau bilang hampir

Aku bawakan arwahku padamu
Tapi kau bilang kalau
Tanpa apa aku datang padamu



Bunga

Kuasa sunyi yang selalu bekerja
Menggerakkan tangan-tangan semesta
Membangun istana teramat anggun
Diujung tangkai di belukar daun

Musim memberi rias dinding-dindingnya
Dengan sapuan-sapuan warna
Dan matahari membuatnya bercahaya
Dengan kristal-kristal sinarnya



Sebuah Taman Sore Hari

Dari sayap-sayap burung kecil itu
Berguguran sepi, sepiku
Saat berhenti di sebuah taman di kota ini
Daun jatuh di atas bangku, bagai mimpi

Diantara datang dan suatu kali pergi
Beribu lonceng berbunyi
Kekal sewaktu bercakap kepada hati
Lalu kepada bumi

Disini aku menanti
Kasih putih yang berdiam disana
Menulis sajak-sajak cinta
Kepada dunia

Sementara angin, burung dan serangga
Yang sibuk bekerja
Adalah duta-duta utusannya



Perempuan Itu Adalah Ibuku

Perempuan yang bernama kesabaran
Pabila malam menutup pintu-pintu rumah
Masih saja ia duduk menjaga
Anak-anak yang sedang gelisah dalam tidurnya

Perempuan itu adalah ibuku
Perempuan yang menangguhkan segalanya
Bagi impian-impian yang mendatang
Telah memaafkan setiap dosa dan kenakalan
Anak-anak sepanjang zaman

Perempuan itu adalah ibuku
Bagi siapa Tuhan menerbitkan matahari surga
Bagi siapa Tuhan memberikan singgasananya
Dan dengan segala ketulusan ia membasuh setiap niat busuk anak-anaknya
Dia adalah ibuku



Persahabatan

Kita hakikatnya dilahirkan satu nama
Penderitaan dan kesetiaan
Tarikan tali nasib
Menyeretku mengenal takdir
Karenanya mari kita berbimbing tangan
Fajar gemilang didepan
Kita adalah orang-orang merdeka
Tahu betapa kebenaran ditempa
Meski dalam dunia yang terpisah



Mengapa Lagi

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Aku bangun dengan pengharapan,
Sedang dihati hilang ketetapan?

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Aku berharap datangnya suka,
Sedang dihati memendam duka?

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Kutunjuk muka yang riang manis,
Sedang dihati mengalir tangis?

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Ku sempat gelak, ku dapat nyanyi,
Sedang dihati lengang dan sunyi?



Hilang ( Ketemu )

Batu kehilangan diam
Jari kehilangan waktu
Pisau kehilangan tikam
Mulut kehilangan lagu
Langit kehilangan jarak
Tanah kehilangan tunggu
Santo kehilangan berak
Kau kehilangan aku

Batu kehilangan diam
Jari kehilangan waktu
Pisau kehilangan tikam
Mulut kehilangan lagu
Langit kehilangan jarak
Tanah kehilangan tunggu
Santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku



Do’a

Tuhan,
Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri,
Kesunyian dan keserakahan

Beri aku petunjuk (untuk) selalu memilih jalan-Mu
Keridaan-Mu 
Amin



Surat cinta

Bukankah surat cinta ini ditulis
Di tulis kearah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh rimis
Menyentuh arah siapa saja

Bukankah surat cinta ini berkisah
Berkisah melintas lembar bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
Dilepas embun cahaya




Sumber :
Saya mendapatkan puisi ini dari sebuah buku yang berjudul "BERKENALAN DENGAN PUISI"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar