Dengan puisi aku
bernyanyi
Sampai senja umurku
nanti
Dengan puisi aku
bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan
puisi aku mengenang
Keabadian
yang akan datang
Dengan
puisi aku menangis
Jarum
waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku
mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Kutuliskan
Kutuliskan lagi
Kata-kata sepi
Kutuliskan tak
henti-henti
(kala burung pergi
mencari matahari)
Kutuliskan
lagi
Kenangan-kenangan
mati
Hingga
bagai api
Membara
dalam mimpi
(kala
daun gugur dan dahan tertidur)
Kutuliskan lagi
Harapan-harapan abadi
Hingga bagai duri
Melindungi sekeping hati
(kala angin lirih
menghibur dalam sedih)
Kau Yang Tidak Menangis
Kau yang tidak menangis,
diamlah. Dengarkan tangisku
Yang menjeritkan namamu
pada langit yang setinggi itu
Kau yang menangis,
menangislah dengan rendah dalam hati
Karena tak ada
seorangpun yang kan peduli
Kau yang tersedu, ratap
kerinduanmu yang tak kunjung redam
Karena pada dinding
kuburku namamu kan dengan jelas terekam
Kau yang tidak menangis,
tetaplah, diamlah, rendah hatilah
Karena diantara kita
takkan ada batas yang memisah
Tapi
Aku bawakan bunga padamu
Tapi kau bilang masih
Aku
bawakan resahku padamu
Tapi
kau bilang hanya
Aku bawakan darahku
padamu
Tapi kau bilang cuma
Aku
bawakan mimpiku padamu
Tapi
kau bilang meski
Aku bawakan dukaku
padamu
Tapi kau bilang tapi
Aku
bawakan mayatku padamu
Tapi
kau bilang hampir
Aku bawakan arwahku
padamu
Tapi kau bilang kalau
Tanpa apa aku datang
padamu
Bunga
Kuasa sunyi yang selalu
bekerja
Menggerakkan
tangan-tangan semesta
Membangun istana teramat
anggun
Diujung tangkai di
belukar daun
Musim memberi rias
dinding-dindingnya
Dengan sapuan-sapuan
warna
Dan matahari membuatnya
bercahaya
Dengan kristal-kristal
sinarnya
Sebuah Taman Sore Hari
Dari sayap-sayap burung
kecil itu
Berguguran sepi, sepiku
Saat berhenti di sebuah
taman di kota ini
Daun jatuh di atas
bangku, bagai mimpi
Diantara datang dan
suatu kali pergi
Beribu lonceng berbunyi
Kekal sewaktu bercakap
kepada hati
Lalu kepada bumi
Disini aku menanti
Kasih putih yang berdiam
disana
Menulis sajak-sajak
cinta
Kepada dunia
Sementara angin, burung
dan serangga
Yang sibuk bekerja
Adalah duta-duta
utusannya
Perempuan Itu Adalah Ibuku
Perempuan yang bernama
kesabaran
Pabila malam menutup
pintu-pintu rumah
Masih saja ia duduk
menjaga
Anak-anak yang sedang
gelisah dalam tidurnya
Perempuan
itu adalah ibuku
Perempuan
yang menangguhkan segalanya
Bagi
impian-impian yang mendatang
Telah
memaafkan setiap dosa dan kenakalan
Anak-anak
sepanjang zaman
Perempuan itu adalah
ibuku
Bagi siapa Tuhan
menerbitkan matahari surga
Bagi siapa Tuhan
memberikan singgasananya
Dan dengan segala
ketulusan ia membasuh setiap niat busuk anak-anaknya
Dia adalah ibuku
Persahabatan
Kita hakikatnya
dilahirkan satu nama
Penderitaan dan
kesetiaan
Tarikan tali nasib
Menyeretku mengenal
takdir
Karenanya mari kita
berbimbing tangan
Fajar gemilang didepan
Kita adalah orang-orang
merdeka
Tahu betapa kebenaran
ditempa
Meski dalam dunia yang
terpisah
Mengapa Lagi
Mengapa lagi
Setiap pagi,
Aku bangun dengan
pengharapan,
Sedang dihati hilang
ketetapan?
Mengapa lagi
Setiap pagi,
Aku berharap datangnya
suka,
Sedang dihati memendam
duka?
Mengapa lagi
Setiap pagi,
Kutunjuk muka yang riang
manis,
Sedang dihati mengalir
tangis?
Mengapa lagi
Setiap pagi,
Ku sempat gelak, ku
dapat nyanyi,
Sedang dihati lengang
dan sunyi?
Hilang ( Ketemu )
Batu kehilangan diam
Jari kehilangan waktu
Pisau kehilangan tikam
Mulut kehilangan lagu
Langit kehilangan jarak
Tanah kehilangan tunggu
Santo kehilangan berak
Kau kehilangan aku
Batu kehilangan diam
Jari kehilangan waktu
Pisau kehilangan tikam
Mulut kehilangan lagu
Langit kehilangan jarak
Tanah kehilangan tunggu
Santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
Do’a
Tuhan,
Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri,
Kesunyian dan
keserakahan
Beri aku petunjuk
(untuk) selalu memilih jalan-Mu
Keridaan-Mu
Amin
Surat cinta
Bukankah surat cinta ini
ditulis
Di tulis kearah siapa
saja
Seperti hujan yang jatuh
rimis
Menyentuh arah siapa
saja
Bukankah surat cinta ini
berkisah
Berkisah melintas lembar
bumi yang fana
Seperti misalnya gurun
yang lelah
Dilepas embun cahaya
Sumber :
Saya mendapatkan puisi
ini dari sebuah buku yang berjudul "BERKENALAN DENGAN PUISI"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar